Panja RUU Pilkada-Pemerintah Sepakati Pilkada Serentak
Forum lobi fraksi-fraksi Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dengan pemerintah akhirnya menyepakati pilkada dilaksanakan serentak secara nasional. Pertimbangannya selain karena faktor ongkos penyelenggaraan yang lebih murah dan masyarakat tak melulu dihadapkan pada pelaksanaan pilkada, alasan lainnya agar sistem atau fokus kerja yang terbangun bagi pejabat yang terpilih dapat menjadi lebih fokus dan pembangunan daerah lebih merata.
"Tentang pilkada serentak, semua fraksi sepakat," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja usai forum lobi fraksi-fraksi Panja RUU Pilkada dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/3).
Forum lobi itu sendiri baru membahas empat poin dari total tujuh poin krusial yang ada dalam RUU Pilkada, yakni pilkada serentak, pandanaan kampanye, paket kepala daerah dan wakil, serta sengketa pilkada. Sisa poin krusial lainnya, yaitu politik dinasti, pemilihan langsung atau DPRD, dan tugas wewenang kepala daerah.
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan saat ini panja tinggal menyepakati alternatif waktu pelaksanaan pilkada serentak. Terdapat dua alternatif usulan, yakni dengan pola pengelompokan dan penyelenggaraan yang bersamaan dengan pemilu presiden. Dalam pola pengelompokan, pilkada akan dibagi menjadi dua kali pelaksanaan, yakni pada 2015 yang diikuti 279 pilkada dan pada 2018 yang melibatkan 244 pilkada.
"Selanjutnya pilkadanya akan dilaksanakan tiap lima tahun setelah 2015 dan 2018," kata dia. Sementara itu, sambung Hakam, untuk alternatif kedua adalah seluruh pilkada diserentakkan di 2019. Dengan konsep ini, nantinya pilkada, baik gubernur maupun bupati/ walikota dilaksanakan berbarengan dengan pemilihan presiden atau disebut dengan pemilu eksekutif. Pemilu eksekutif ini akan dilaksanakan pada Juli 2019 setelah pelaksanaan pemilu legislatif pada April 2019.
Sementara itu, sikap pemerintah yang disampaikan lewat Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan pemerintah sepakat dengan pilkada serentak. Sejauh ini, pemerintah, menurutnya, sepakat dengan pola pengelompokan pilkada di 2015 dan 2018. Kendati begitu, dia juga mulai tertarik dengan konsep pemilu eksekutif pada 2019 yang akan membuat lebih efisien.
"Satu tahun orang selesai pemilu. Setelah bupati, gubernur, presiden dilantik semua pada tahun itu, sesudah itu kita mengurusi rakyat semuanya. Jadi aman Republik, tidak ribut tiap hari," tandasnya.
Djohermansyah menambahkan jika konsep itu dipilih maka UU Pilkada juga harus memuat transisi, yakni kepala daerah yang akan dipilih pada 2015 dibuatkan aturannya tentang masa jabatannya hanya sampai Juli 2019. "Jadi dinyatakan, masa jabatan yang dipilih 2015 hanya 4 tahun, sampai dengan 2019. Jadi tidak memotong masa jabatan, kita atur di situ. Untuk selanjutnya akan tetap lima tahun demi mendapatkan satu pilkada yang serentak se-Indonesia," katanya. (nt)